SELAMAT DATANG DI BLOG " CATATAN BIDAN MARIA". SELAMAT MENIKMATI, SEMOGA BERMANFAAT.

Rabu, 30 Juni 2010

IPD (Invasive Pneumococcal Disease)

Assalamu'alaikum Bunda,
Semoga di siang yang cerah ini, masih ada semangat untuk kita semua para bunda agar dapat tetap menjaga kesehatan buah hati kita.
Bunda yang Baik Hatinya, Apakah bunda sudah tahu tentang IPD? mungkin kita masih asing dengan istilah tersebut. Walau sebetulnya istilah ini pernah bunda dengar dari iklan masyarakat di televisi. walau dalam iklan tersebut kita belum jelas apa maksud dari IPD itu.
Nah, Bunda ijinkan saya untuk sedikit menjelaskan tentang IPD.

IPD adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus (streptoccoccus
pneumoniae). Bakteri tersebut secara cepat dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah dan merusak (invasif) serta dapat menyebabkan infeksi selaput otak
(meningitis) yang biasa disebut radang otak.

Penelitian menunjukkan, sebagian besar bayi dan anak di bawah usia 2 tahun
pernah menjadi pembawa ( carrier) bakteri pneumokokus di dalam saluran
pernapasan mereka. Oleh karena itu, bayi baru lahir hingga bocah usia 2
tahun berisiko tinggi terkena IPD.

Yang paling fatal bila bakteri pneumokokus menyerang otak. Pada kasus-kasus
meningitis seperti ini, kematian akan menyerang 17% penderita hanya dalam
kurun waktu 48 jam setelah terserang. Kalaupun dinyatakan sembuh umumnya
meninggalkan kecacatan permanen, semisal gangguan pendengaran dan gangguan
saraf yang selanjutnya memunculkan gangguan motorik, kejang tanpa demam,
keterbelakangan mental dan kelumpuhan.

Dari ketiga bakteri yang biasa menyebabkan meningitis (Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan Neisseria meningitis),
Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang seringkali menyerang anak di
bawah 2 tahun. Meningitis karena bakteri pneumokokus ini dapat menyebabkan
kematian hanya dalam waktu 48 jam. Bila sembuh pun sering kali meninggalkan
kecacatan permanen.

Vaksinasi dipercaya sebagai langkah protektif terbaik mengingat saat ini
resistensi kuman pneumokokus terhadap antibiotik semakin meningkat. Karena
anak-anak di bawah usia 1 tahun memiliki risiko paling tinggi menderita IPD,
maka amat dianjurkan agar pemberian imunisasi dilakukan sedini mungkin.
Untungnya, saat ini sudah ditemukan vaksin pneumokokus bagi bayi dan anak di
bawah 2 tahun.

(dari artikel sebuah tabloid kesehatan, oleh: Sukman Tulus Putra, dr.,
Sp.A.(K), FACC, FESC, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI))

Vaksinasi
Ahli infeksi dan penyakit tropik anak FK UI/RSCM, Prof Dr dr Sri Rezeki S Hadinegoro SpA (K), mengatakan pengobatan IPD semakin dipersulit dengan adanya peningkatan bakteri pneomokokus terhadap beberapa jenis antibiotik, infeksi bakteri yang sangat cepat dan merusak organ tubuh dan sistem saraf, serta meninggalkan kecacacatan permanen yang akan menurunkan kualitas hidup anak sepanjang usianya.

''Karena itu kami sangat merekomendasikan upaya preventif sedini mungkin dengan pemberian vaksin pneumokokus kepada bayi dan anak di bawah usia dua tahun,'' ujarnya.

Badan POM, sebagai lembaga yang mengeluarkan izin edar, telah menyetujui vaksin untuk mencegah IPD kepada bayi dan anak di bawah usia dua tahun. Vaksin pneomokokus diberikan dengan jadwal pemberian empat kali pada usia 2, 4, 6, dan antara 12 hingga 15 bulan. Dalam hal ini, orang tua bisa berkonsultasi dengan dokter spesialis anak mengenai jadwal pemberian vaksinasi yang tepat sesuai usia dan kondisi kesehatan anaknya. (jar )

Semoga Info ini Dapat bermanfaat bagi kita semua.
Salam Homat Untuk Bunda Semua.

MOLA HIDATIDOSA

MOLA HIDATIDOSA (Pengertian, Gejala, Diagnosis, Penanganan, dan Penanganan Lanjutan)

2.1 Definisi

Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik.

Mola hidatidosa adalah kehamilan yang secara genetik tidak normal, muncul dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta.

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “bakal janin”, sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (vili) mirip gerombolan buah anggur.

Tumor jinak mirip anggur tersebut asalnya dari trofoblas, yakni sel bagian tepi ovum atau sel telur, yang telah dibuahi, yang nantinya melekat di dinding rahim dan menjadi plasenta (tembuni) serta membran yang memberi makan hasil pembuahan.

2.2 Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui, tetapi diduga pencetusnya antara lain kekurangan gizi dan gangguan peredaran darah rahim

Hamil anggur atau Mola hidatidosa dapat terjadi karena:

  • Tidak adanya buah kehamilan (agenesis) atau adanya perubahan (degenerasi) sistem aliran darah terhadap buah kehamilan, pada usia kehamilan minggu ke 3 sampai minggu ke 4.
  • Aliran (sirkulasi) darah yang terus berlangsung tanpa bakal janin, akibatnya terjadi peningkatan produksi cairan sel trofoblas (bagian tepi sel telur yang telah dibuahi) .
  • Kelainan substansi kromosom (kromatin) seks.

2.3 Gejala Klinik

Layaknya orang hamil, tanda awal persis kehamilan biasa, misalnya terlambat haid, keluhan mual, muntah. Hanya saja keluhan tersebut lebih hebat. Jika diperiksa tes kehamilan, Hasilnya positif juga. Tapi bukan berarti jika muntah-muntah hebat sampai lemas menandakan bahwa itu hamil Anggur. Masih ada tanda lain dan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosa.

Selain gejala umum di atas, tanda-tanda lain diantaranya:

a) Tidak ada tanda-tanda gerakan janin

b) Rahim nampak lebih besar dari umur kehamilan, misalnya terlambat 2 bulan, rahim nampak seperti hamil 4 bulan

c) Keluar gelembung cairan mirip buah anggur bersamaan dengan perdarahan

d) Adanya tanda-tanda kehamilan disertai perdarahan. Perdarahan ini bisa
intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok
atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya penderita mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.

e) Hiperemesis gravidarum.

f) Tanda-tanda pre eklampsia pada trimesteer I.

g) Tanda-tanda tirotoksikosis.

h) Kista lutein unilateral / bilateral.

i) Umumnya uterus lebih besar dari usia kehamilan.

j) Tidak dirasakan adanya tanda-tanda geraakan janin, balotemen negatif kecuali
pada mola parsial.

2.4 Diagnostik

Mola hidatidosa : diagnostik ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang disebutkan diatas, ultrasonografi yang menunjukkan pola classic snowstorm (badai salju), dan peningkatan kadar beta hCG. Diagnosis PTG dibuat berdasarkan kenaikan titer hCG. Kadar hCG yang meningkat pasca evakuasi mola, menetap atau menjadi positif setelah negatif sudah menjadi dasar pengelolaan pasien sebagai PTG tanpa menunggu konfirmasi histopalogi. Manajemen harus dilakukan oleh TIM yang berpengalaman. Mortalitas diluar senter trofoblastik lebih besar daripada morbiditas didalam senter.

Kriteria yang disetujui untuk diagnosis keganasan trofoblastik gestasional diuraikan berikut :

1. Terjadi grafik peningkatan hCG paling sedikit empat kali (hari 1, 7, 14 dan 21) atau peningkatan hCG secara bertahap selama dua minggu (hari 7 dan 14) atau lebih lama. Nilai hCG bergantung pada individu masing-masing.

2. Metastatik pada paru-paru didiagnosis dengan foto toraks.

Manajemen Penyakit Trofoblastik

Pemeriksaan yang diperlukan pada pasien dengan mola hidatidosa :

1. Pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan neurologis, tekanan darah dan funduskopi, perhatikan metastase vagina.

2. Foto thoraks

3. Darah lengkap termasuk jumlah trombosit, ureum, kreatinin, fungsi hati, golongan darah, tes fungsi tiroid, PT, PTT, protrombin, fibrinogen jika secara klinis mendukung.

4. hCG immunoassay.

5. Otak (MRI atau CT-scan) bila dicurigai metastase otak.

6. CT-scan hepar bila ada indikasi. CT-scan seluruh tubuh dapat dilakukan pada pasien metastase pada paru.

7. Kuretase sebaiknya dilakukan dengan hati-hati. Biopsi dapat dilakukan pada tempat yang tepat. Pada tempat biopsi dapat terjadi perdarahan yang sangat parah.

8. Pemeriksaan hormon tiroid (TSH, T3, T4) bila ada indikasi.

9. Scan selektif menggunakan anti hCG, antibodi dihubungkan dengan radioaktif iodin atau iodium dapat dilakukan bila terdapat penyakit yang resisten terhadap kemoterapi.

Setelah diagnosis mola hidatidosa ditegakkan, perlu dilakukan evakuasi/operasi sesegera mungkin. Jika terdapat masalah-masalah hematologik, hipertiroid, kelainan paru maka perlu diobati dulu. Setelah itu dilakukan evakuasi mola. Evakuasi sebaiknya dilakukan dengan kuretase.

Berikut pemeriksaan untuk mendiagnosis mola hidatidosa :

2.4.1 Anamnesis

a. Riwayat kehamilan

b. Gejala kehamilan : terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa, kadang-kadang terdapat toksemia gravidarum, terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak, perut membesar tanpa disertai tanda janin dalam rahim, hiperemesis gravidarum, gerakan dan tanda janin tidak dijumpai dalam rahim)

c. Riwayat perdarahan (perdarahan disertai dengan keluarnya gelembung mola yang menyerupai buah anggur)

d. Gejala tanda komplikasi

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

1. Kondisi umum pasien (pucat, anemis, sesak napas, syok, demam, lemah, stabil)

2. Fisik (Kloasma gravidarum, linea nigra, hiperpigmentasi areola mammae, tinggi fundus yang lebih besar dari umur kehamilan, nyeri tekan perut bawah, perut tegang, cairan bebas intraabdomen)

3. Ginekologi (sekret vagina, fluor albus, mukopus, keunguan porsio, besar uterus, pelunakan serviks atau korpus, ballotement, nyeri goyang porsio, massa adneksi)

2.4.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang mola hidatidosa :

a) Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara.

b) Foto Rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3 – 4 bulan)

c) HCG urin atau serum : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin.

d) USG (tanpa gambaran janin) : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin.

e) Uji sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison). Cara menurut Hanifa. Tandanya yaitu sonde yang dimasukkan tanpa tahanan dan dapat diputar 360 derajat dengan deviasi sonde kurang dari 10 derajat.

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase

8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan

Intervensi

Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
Tujuan :
1. Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2. Meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
1. Menetapkan prioritas masalah
2. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
3. Menentukan rencana tindakan keperawatan

DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan :
Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah tenang
TTV dalam batas normal
Intervensi :

1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat

2. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional :
Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien

3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional :
Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan

4. Beri posisi yang nyaman
Rasional :
Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri

5. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan

DIAGNOSA II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dengan kriteria :
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :

1. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya

2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional :
Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat

3. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional :
Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya

4. Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien
Rasional :
Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri

DIAGNOSA III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :

1. Kaji pola tidur
Rasional :
Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya

2. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat

3. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :
Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur

4. Batasi jumlah penjaga klien
Rasional :
Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat

5. Memberlakukan jam besuk
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat

6. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional :
Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur

DIAGNOSA IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :

1. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional :
Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa

2. Pantau suhu lingkungan
Rasional :
Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal

3. Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional :
Minum banyak dapat membantu menurunkan demam

4. Berikan kompres hangat
Rasional :
Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh

5. Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus

DIAGNOSA V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria :
Ekspresi wajah tenang
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional :
Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien

2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan

3. Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional :
Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan

4. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional :
menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya

5. Beri dorongan spiritual/support
Rasional :
Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang

DIAGNOSA VI
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Intervensi :

1. Kaji status nutrisi klien
Rasional :
Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya

2. Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional :
Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia

3. Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional :
Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien

4. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

5. Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional :
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan

DIAGNOSA VII
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan :
Klien akan terbebas dari infeksi dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :

1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional :
Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi

2. Observasi vital sign
Rasional :
Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh

3. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional :
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya

4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional :
Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi

DIAGNOSA VIII
Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi dengan kriteria :
Hb dalam batas normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal
Tidak ada mual muntah
Intervensi :

1. Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional :
Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya

2. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional :
Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial

3. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah
Rasional :
Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin

4.

5. Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional :
Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi

2.5 Komplikasi

Komplikasi mola hidatidosa meliputi :

b. Perdarahan hebat

c. Anemis

d. Syok

e. Infeksi

f. Perforasi uterus

g. Keganasan (PTG)

2.6 Penanganan
Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu :
1.Perbaikan keadaan umum
2.
Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi
3. Pemeriksaan tindak lanjut

2.6.1 Penanganan Umum

a. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis

b. Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan dimana sumberdaya sangat terbatas, dapat dilakukan :

i. Evaluasi klinik dengan fokus pada :

· Riwayat haid terakhir dan kehamilan

· Perdarahan tidak teratur dan spotting

· Pembesaran abnormal uterus

· Pelunakan serviks dan korpus uteri

ii. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin

iii. Pastikan tidak ada janin (ballotement) atau denyut jantung janin sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Winkjosastro.

c. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera

d. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat dan perforasi uterus).

e. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal satu tahun pasca evakuasi

Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :

a) Koreksi dehidrasi

b) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr% atau kurang)

c) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperremesis gravidarum, diobati sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetri & ginekologi.

d) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsul ke bagian penyakit dalam.

2.6.2 Penilaian Klinik

1. Hampir sebagian besar kehamilan mola akan disertai dengan pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG

2. Lakukan pengukuran kuantitatif kadar HCG spesifik (beta HCG rapid test) bila tidak tersedia fasilitas pemeriksaan tersebut, pengukuran dapat dilakukan dengan uji kehamilan berbasis tera imunologik (hemaglutinasi atau aglutinasi lateks) dimana kadar hormon tersebut diukur secara semikuantitatif melalui pengenceran urin.

3. Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens, tetapi gejala mual dan muntah lebih hebat, sering disertai gejala seperti preeklamsi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi akan menunjukan gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai janin.

4. Diagnosis pasti adalah dengan melihat jaringan mola, baik melalui ekspulsi spontan maupun biopsi (siapkan tindakan darurat apabila terjadi perdarahan pascabiopsi).

h. Kuretase

Kuretase pada pasien mola hidatidosa :

a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapann selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.

b) Bila kanalis servikalis belum terbuka mmaka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.

c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan daarah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.

d) Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1 minggu.

e) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.

i. Histerektomi

Syarat melakukan histerektomi adalah :
- umur ibu 35 tahun atau lebih.
- Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.

j. Pemeriksaan Tindak Lanjut

Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola hidatidosa meliputi :

§ Lama pengawasan 1-2 tahun.

§ Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai kontrasepsi kondom, pilkombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datanguntuk kontrol.

§ Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap minggu sampai ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.

§ Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan sampai ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.

§ Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.

§ Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

2.6 Komplikasi

Komplikasi mola hidatidosa meliputi :
- Perdarahan hebat
- Anemis
- Syok
- Infeksi
- Perforasi uterus
- Keganasan (PTG)

2.7 Perawatan

Lama perawatan pasien mola hidatidosa sekitar 7 hari apabila tidak ada komplikasi berat.